Upacara Korban Kuda (Aswameda) pada Kisah Pewayangan "Ramayana"
Epik Ramayana sudah dikenal sejak tahun 1500 SM. Epik ini disusun oleh Walmiki dalam bahasa klasik Sanskerta-India. Kisah Ramayana menyajikan pelajaran-pelajaran yang bisa diterapkan sepanjang waktu dan untuk semua kondisi hidup. Dilihat dari penyusunnya saja, sudah jelas jika buku ini merupakan cerita dari masyarakat beragama Hindu. Berbicara tentang agama Hindu, agama Hindu memiliki sebuah upacara korban dalam kitab Brahmana dan Weda. Salah satunya adalah upacara korban kuda (Aswameda).
Dalam kisah pewayangan Ramayana, upacara korban kuda (Aswameda) dilaksanakan oleh seorang Raja untuk mendapatkan keturunan dan untuk membuktikan kekuasaan seorang Raja. Raja Dasarata, melaksanakan Aswameda ini untuk meminta keturunan dan Raja Sagara melaksanakan Aswameda untuk memperlihatkan kekuasaannya.
a. Zaman Weda dan Kitab Weda
Salah satu tradisi ritual yang dilaksanakan oleh agama Hindu adalah Upacara Korban Kuda (Aswameda). Tradisi ritual ini berasal dari Zaman Weda (Veda) yang sudah dilaksanakan oleh beberapa Kerajaan Hindu, baik di India maupun Indonesia. Zaman Weda merupakan zaman penulisan wahyu suci Weda yang pertama, yaitu RigWeda. Kehidupan beragama pada zaman ini didasarkan atas ajaran-ajaran yang tercantum pada Weda Samhita, yang lebih banyak menekankan pada pembacaan pelafalan ayat-ayat Weda, yaitu dengan menyanyikan dan mendengarkan secara berkelompok. Sumber ajaran agama Hindu adalah Weda. Semua ajarannya bernafaskan Weda. Weda menjiwai ajaran agama Hindu karena itu, agama Hindu mengakui kewenangan ajaran kitab suci Weda. Kitab suci Weda terdiri dari empat Samhita, yaitu RigWeda, SamaWeda, YajurWeda, dan AtharwaWeda.
Weda sebagai sumber ajaran agama Hindu terdiri dari kitab Sruti dan Smrti. Sruti adalah wahyu, sedangkan Smrti adalah kitab yang menguraikan komentar, penjelasan atau tafsir terhadap wahyu. Materi Weda diuraikan pada Sruti dan Smrti. Sruti menurut sifat dan isinya dibedakan atas empat bagian, yaitu Mantra, Brahmana, Aranyaka, dan Upanisad.
b. Upacara Korban dan Upacara Korban Kuda
Umat Weda memuliakan para leluhur mereka dengan menyelenggarakan upacara korban. Upacara ini pun dilakukan dengan harapan agar para Dewa melindungi manusia dari gangguan roh jahat, memberikan kelancaran, kemurahan dan ketenangan, serta ketentraman. Tujuan utama dilakukannya upacara korban dalam agama Weda ini ialah terjaminnya tata tertib kosmos. Pelaksanaan korban dipimpin oleh pendeta yang membujuk dan merayu para Dewa untuk mengabulkan permohonan manusia.
Selain itu, masih ada korban Rajasuya, korban untuk penobatan dan kedaulatan raja yang diselenggarakan dengan upacara yang disebut Aswameda. Korban-korban ini disertai dengan pengucapan doa-doa yang tersebut dalam RigWeda, irama musik yang diselingi bunyi seruling, makan atau pesta bersama, dan diakhiri dengan pengucapan doa untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama.
Ada dua macam korban yang dijelaskan dalam kitab Brahmana dan kitab Weda agama Hindu, yaitu korban besar dan korban kecil. Korban besar menggunakan empat macam api suci dan dilakukan oleh pendeta atas permintaan orang yang memerlukannya. Korban kecil ialah upacara korban yang hanya membutuhkan kelengkapan sederhana, cukup dengan api suci yang ditaruh di setiap rumah tangga.
c. Upacara Korban Kuda dalam Ramayana
Dalam buku terjemahan berjudul Kitab Ramayana: Kisah Agung Sepanjang Masa karya Chakravarti Rajagopalachari, terdapat dua kerajaan yang melakukan upacara korban kuda (Aswameda). Tujuan dua kerajaan ini dalam melakukan upacara korban kuda pun berbeda. Dua kerajaan ini ialah Kerajaan Ayodya dan Kerajaan Kosala.
d. Kerajaan Kosala
Raja Dasarata yang memimpin kerajaan dari ibu kota Ayodya, Kosala, memiliki tiga istri bernama Dewi Kausalya, Sumitra, dan Kaikeyi. Raja Dasarata berpikir untuk mengadakan upacara persembahan kuda guna memohon dikaruniai seorang putra di awal musim panas. Ini adalah upacara yang sangat besar, lokasi serta pendirian tempatnya pun harus dipersiapkan dengan rinci sesuai tradisi yang berlaku. Terdapat ahli khusus yang mengarahkan penataan segala sesuatu yang dibutuhkan. Acara ini membutuhkan pendirian perkemahan yang dapat menampung, menjamu, dan menghibur tamu. Setelah persiapan selesai dilakukan, upacara dilaksanakan dengan hikmat dan cermat sesuai dengan ajaran kitab-kitab sastra. Upacara persembahan kuda (Aswameda) yang dilakukan Raja Dasarata dan dibantu oleh Batara Wisnu adalah dengan melemparkan dupa ke dalam tungku suci pembakaran. Lalu, akan muncul sesosok tubuh yang agung dan memancarkan cahaya meyilaukan dengan memegang mangkuk emas.
e. Kerajaan Ayodya
Raja Sagara yang memimpin Kerajaan Ayodya memiliki dua permaisuri, yaitu Dewi Kesini dan Dewi Sumati. Suatu hari, Raja Sagara melaksanakan upacara persembahan kuda dan cucunya, Pangeran Amsuman, bertanggung jawab atas kuda persembahan tersebut. Setiap raja berkeinginan untuk melakukan korban karena dianggap sebagai ujian bagi kekuasaan dan kekuatannya. Dengan korban ini, ia akan menjadi seorang Cakrawartin, yaitu raja seluruh alam semesta, pencipta perdamaian, ketentraman dan kesejahteraan. Maka dari itu, para Dewa selalu mengganggu upacara seperti itu dan Pangeran Amsuman harus menjaga kuda persembahan itu agar tidak dicuri oleh siapa pun. Seperti yang sudah dijelaskan, para Dewa akhirnya menyamar menjadi raksasa untuk mencuri kuda tersebut. Akhirnya, setelah melewati peristiwa yang panjang, kuda persembahan Raja Sagara ditemukan oleh Pangeran Amsuman dan Raja Sagara pun segera menyelesaikan upacara tersebut.
Dengan demikian, upacara korban dalam masyarakat Hindu memang benar adanya. Upacara-upacara seperti ini bahkan masih dilakukan sampai sekarang. Hal yang menjadi pembeda adalah apa yang dikorbankan. Saat ini, sesuatu yang dikorbankan bukan lagi hewan atau manusia, melainkan makanan, hasil pertanian, dan sebagainya. Dalam buku Ramayana karya C. Rajagopalachari, dijelaskan secara rinci bagaimana upacara korban kuda (Aswameda) ini dilaksanakan. Walaupun terdapat dua versi yang berbeda mengenai bagaimana cara mereka melaksanakan upacara ini, pembaca tetap dapat merasakan kentalnya tradisi umat Hindu dalam melaksanan suatu tradisi.
Post a comment